Kamis, 05 November 2015

Tentang Daerah Saya

Daerah Sampang Madura



 Sejarah kuno Sampang hanya dikenal dari beberapa prasasti dengan Sangkala Chandra. Dalam tradisi Jawa, adalah suatu representasi visual yang berbunyi hukuman empat kata yang masing-masing menghasilkan angka. Ini memberikan makna tanggal secara penanggalan Saka.[4]
Pertama candra Sangkala ditemukan di situs Sumur Daksan di desa Dalpenang, membaca angka 757 Saka atau 835 Masehi itu menandakan adanya komunitas kaum Budha yang dipimpin oleh Resi (guru spiritual) .
Sebuah candra kedua Sangkala, ditemukan di situs Bujuk Nandi, di desa Kamoning Kabupaten Sampang, yang terbaca sebagai Saka 1301 atau 1379 M. Situs itu menyebutkan adanya sebuah komunitas yang dipimpin oleh seorang Resi bernama Durga Shiva Mahesasura Mardhini. The Nandi banteng adalah vahana atau kendaraan Dewa Shiwa.
Sebuah candra ketiga Sangkala , ditemukan di situs Pangeran Bangsacara di desa Polagan , menandakan tahun 1383, ketika pembangunan sebuah kuil Buddha dengan ber-relief yang menceritakan kisah seorang pangeran bernama Bangsacara dan berisi pesan moral dan ajaran agama. Kita dapat menyimpulkan keberadaan masyarakat Shaivite dan Buddha di kabupaten Sampang antara tahun 1379 dan 1383.
Sebuah candra keempat Sangkala , ditemukan di situs Pangeran Santomerto yang menunjukkan tanggal kematian pangeran Santomerto, paman Praseno dan hal ini sesuai dengan tahun 1574.
Sebuah candra kelima Sangkala yang terukir di sayap kiri dari portal utama makam ibu Praseno di Madegan. Ini melambangkan naga melalui kepala ke ekor dengan panah. Ini melambangkan tahun 1546 Saka atau 1624 M. Ini adalah tahun dimana Praseno diangkat oleh Sultan Agungdengan gelar Pangeran Cakraningrat I.
Berangkat dari temuan prasasti dan situs itulah, akhirnya Pemkab Sampang menggelar Seminar Penentuan Hari Jadi Kabupaten Sampang. Yang diundang sebagai pembicara antara lain, peneliti sejarah dari Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.
Kesimpulan seminar, situs Sumur Daksan, Buju’ Nandi, Bangsacara, dan Pangeran Santo Merto dinyatakan tidak bisa dijadikan sebagai referensi. Alasannya, tidak ada bukti atau referensi kepustakaan otentik yang mendukung.
Khusus prasasti Pangeran Santo Merto, sebenarnya disertai bukti tulisan ahli sejarah asal Belanda, HJ De Graff. Tapi, tulisan tersebut dinyatakan tidak representatif dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Sampang. Setelah melalui adu argumentasi dan pengkajian ilmiah secara mendalam, akhirnya situs Makam Rato Ebuh yang ditetapkan sebagai acuan untuk menentukan Hari Jadi Kabupaten Sampang," jelas Ali Daud Bey.

      Pada Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri.[6]
Sewaktu Majapahit mulai mundur, di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng atau terkenal dengan sebutan Bondan Kejawan atau Ki Ageng Tarub II atau Prabu Brawijaya VI, Putera ke 14 dari Raja Majapahit Prabu Bhre Kertabhumi atau Prabu Brawijaya V atau Raden Alit dengan selirnya yaitu Puteri Champa yang bernama Ratu Dworo Wati atau Puteri Wandan Kuning. Lembu Peteng akhirnya pergi memondok di Masjid Ampel dan meninggal di sana.
Yang mengganti Kamituwo di Sampang adalah putera yang tertua ialah Ario Menger yang keratonnya tetap di Madekan. Menger berputera 3 orang laki-laki ialah:
  1. Ario Langgar,
  2. Ario Pratikel (ia bertempat tinggal di Pulau Gili Mandangin atau Pulau Kambing) dan
  3. Ario Panengah yang bergelar Pulang Jiwo bertempat tinggal di Karangantang.
Ario Pratikel mempunyai anak perempuan yang bernama Nyai Ageng Budo yang menikah dengan Ario Pojok yang merupakan putera dari Ario Kudut, Ario Kudut sendiri merupakan putera dari Ario Timbul. Ario Timbul merupakan putera dari hasil pernikahan antara Menak Senojo dengan Nyai Peri Tunjung Biru Bulan atau yang bergelar Puteri Tunjung Biru Sari. Pernikahan antara Nyai Ageng Budo dengan Ario Pojok membuahkan keturunan yang bernama Kyai Demang (Demangan adalah tempat kelahirannya
     Kabupaten Sampang secara administrasi terletak dalam wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di antara 113o 08’ - 113o 39’ Bujur Timur dan 6o 05’ - 7o 13’ Lintang Selatan. Kabupaten Sampang terletak ± 100 Km dari Surabaya, dapat dengan melalui Jembatan Suramadu kira-kira 1,5 jam atau dengan perjalanan laut kurang lebih 45 menit dilanjutkan dengan perjalanan darat ± 2 jam

     Kabupaten Sampang mempunyai 1 buah pulau berpenghuni yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Sampang. Nama pulau tersebut adalah Pulau Mandangin, luas Pulau Mandangin sebesar 1,650 km2. Akses transportasi ke Pulau Mandangin adalah dengan menggunakan transportasi air dalam hal ini adalah perahu motor yang berada di Pelabuhan Tanglok. Perjalanan dari Pelabuhan Tanglok menuju Pulau Mandangin ini membutuhkan waktu ± 30 menit Masakan khas kota ini adalah kaldu. Selain itu makanan khasnya adalah nasi jagung
Seni Daerah Sampang
Gumbeg'en :
Kata "gumbak" dalam bahasa Madura berati mengaduk-aduk air kolam (sungai) sehingga menimbulkan ombak atau gelombang. Selanjutnya istilah ”gumbak” yang terkait dengan upacara sakral di desa Banjar (Kecamatan Kedungdung) berhubungan dengan tradisi ”baceman” yang artinya membersihkan dan menyucikan pusaka (senjata tradisional).
Senjata tradisional yang dimaksudkan berjumlah 24 senjata / pusaka Kapankah tradisi ini dicetuskan, tidak ada orang yang mengetahui secara pasti. Konon diyakini oleh masyarakatnya bahwa tradisi ini telah berlangsung ratusan tahun lamanya, bahkan ada yang meyakini telah berlangsung dua abad lamanya. Dua orang tokoh sakti yang namanya selalu disebut-sebut ialah Buju' Toban dan Buju' Bung Kenek. Berasal dari manakah dua orang tokoh yang dimitoskan sakti tersebut, juga tidak di ketahui secara pasti.
Masyarakat mayakini kedua tokoh sakti tersebut berasal dan Banjar (wilayah Kalimantan), yakni tokoh pelarian perang pada tempo dulu yang akhimya menetap di desa tersebut (desa Banjar) Kecamatan Kedungdung. Kedua tokoh tersebut dikenal ahli membuat senjata sakti, dengan bahan baku tanah Iiat (lempung) Karena kesaktiannya, dan mantra-mantra yang dimilikinya maka senjata atau tersebut menjadi amat kuat, dapat digunakan untuk berburu binatang buas dan dapat pula untuk melindungi warga masyarakat bila ada musuh atau gangguan binatang buas.
Bentuk senjata (pusaka) tradisional itu amat beragam, misalnya berbentuk tombak, clurit, pedang, linggis dan pisau bermata dua. Jumlah senjata tradisional itu semula sebanyak 50, tetapi yang tersisa pada tangan anak cucu kedua tokoh tersebut hanya 24 senjata. Ke manakah raibnya yang lain (26 senjata)? Tampaknya warga masyarakat tidak ada yang mengetahuinya. Senjata tersebut merupakan warisan budaya dan warisan keluarga anak cucu kedua tokoh tersebut.
Berdasarkan wasiat lisan leluhurnya, senjata tradisional tersebut tidak diperkenankan untuk dipindah-tangankan (dijual atau dimiliki orang lain yang bukan keturunannya). Sampai sekarang ini, senjata tersebut tetap disimpan di belakang Masjid Banjar. Upacara gumbak dilaksanakan bersamaan dengan upacara bersih desa, setahun sekali.
Pada masa tertentu, misalnya kemarau panjang, upacara ini dapat dilaksanakan sambil melaksanakan Shalat Istisqa'. Tujuan upacara tersebut untuk mengucapkan syukur kepada Allah SWT, dan memohon agar desa tersebut diberi kesuburan tanah, kemakmuran dan ketentraman. Tempat upacara secara rutin telah ditetapkan yaitu di Buju' Tenggina, tanah Galis atau tanah paokalan (tanah tempat pertarungan pendekar). Pendekar yang memenangkan pertarungan di Paokalan dinyatakan sebagai patriot pembela/penjaga keamanan desa di Buju' Toban, Buju' Bundaya dan Buju' Banjar. (Bahasa Madura okol = pertarungan bela diri / semacam olah raga bela diri).
Perlengkapan Upacara :
  • Tumpeng lengkap (dengan ubarampe/perlengkapan tertentu)
  • Senjata pusaka gumbak yang berjumlah 24 macam.
  • Kambing hitam berkaki putih (upacara korban).
  • Alat pemukul untuk pertarungan bela diri (Okolan) atau alas pertarungan di antara dua tokoh/satria.
  • Seperangkat gamelan (pengiring upacara).
  • Umbul-umbul (pads mass sekarang ditambah pengeras suara).
  • Dupa / kemenyan.
  • Air Bunga.
Pelaksanaan upacara di atas dipimpin oleh tokoh masyarakat / pemuka agama. Biasanya sebelum upacara diadakan pembacaan Khatmil Qur'an / Khatam Al Qur'an, dalam rangkaian memohon ampunan dan ridho dari Yang Maha Kuasa Allah SWT.
Penyelenggaraan Upacara (Tata Urut Upacara):
  1. Tahap Awal, Acara Gundeggan Pada tahap awal adalah kegiatan mengundang segenap tokoh masyarakat, warga desa dan tokoh ulama untuk mengadakan persiapan upacara. Musyawarah ini diadakan di tanah Galis (tempat paokolan). Persiapan pemberangkatan dlikuti oleh sejumlah remaja putri desa, warga masyarakat dan tokoh ulama dari masing-masing pedukuhan.
  2. Tahap Rerembagan Pada tahap rerembagan adalah tahap musyawarah yang secara rutin diadakan di tanah Galis. Masalah yang mereka bahas meliputi persiapan upacara. Perlengkapan upacara, tujuan untuk melestarikan tradisi Radat Gumbak.
  3. Tahap Korbanan. Korbanan adalah acara penyembelihan kambing hitam mulus yang berkaki putih. Tempat pengorbanan kambing di tanah Galis (sesudah musyawarah). Daging kambing korban dibagi-bagikan ke segenap warga desa, selanjutnya daging ditanam di depan rumah (halaman rumah). Difungsikan sebagai penolak bala'. Selanjutnya demi kemakmuran, warga desa mengisi kas/keuangan desa.
  4. Tahap Okolan / Pertarungan Tokoh. Kegiatan bela diri atau Okolan ini untuk menetapkan satria / tokoh pembela keamanan desa. Tokoh bela diri (okolan) ini sering menjadl "gandrungan" atau idola remaja putri desa. Okolan diakhiri dengan pengalungan ketupat bagi tokoh yang telah dikalahkan.
  5. Tahap Tafakkuran dan Taqarruban. Upacara sakral diikuti oleh seluruh warga, dipimpin oleh tokoh ulama yakni melaksanakan dzikir dan do'a-do'a. Dalam upacara ini situasi amat hening, khidmat dan khusuk agar memperoleh limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, serta warga desa Banjar memperoleh ampunan atas dosa-dosanya. Seusai do'a, tumpeng dibagi-bagikan kepada segenap warga yang menghadiri upacara Rokat - Gumbak.
  6. Upacara Bacemman. Bacemman adalah penyucian (pensucian) dan pembersian senjata tradisional (pusaka) yang berjumlah 24 macam. Masing-masing senjata dicuci, diasapi dengan kemenyan/dupa, dan dibawa berkeliling di tempat upacara sambil meliuk-liukkan badan, dengan iringan "Tabbuwan Calo' (tabuhan mulut/ lisan)" kemudian dilanjutkan dengan "tarian kenca". Pada waktu itu para ulama dipersilahkan meninggalkan tempat upacara.
  7. Terbangan Sebagai upacara tahap akhir acara hiburan, dengan musik rebana yang lebih populer dengan sebutan musik rebana yang lebih populer dengan sebutan "terbangan", atau tarian "Hadrah Jidhor". Seusai dari tanah Galis menuju ke tempat penyimpanan pusaka (rumah dibelakang masjid Banjar).

SUMBER :Klik Disini

5 Makanan Khas Sampang Yang Terkenal

1. Kaldu sumsum khas sampang
5 Makanan Khas Sampang Yang Terkenal
Kaldu sumsum ini merupakan mkanan khas sampang yang di buat dengan bahan dasar rempah-rempah dan daging sapi, dalam pembuatanya pun cukup lama, karena untuk proses perebusan bisa memakan waktu hingga 6 jam, Proses perebusan di awali dari dengkul sapi dicuci sampai bersih dulu. sewaktu kaldu sumsum setengah matang, selanjutnya taburi bumbu yang sudah ditumis yang  terdiri dari rempah-rempah bawang putih, bawang merah, jahe, merica dan sedikit pala. untuk hidangan bisasanya dinikmati meng­gunakan sedotan,

2. Nasi jagung khas sampang
Makanan Khas Sampang Yang Terkenal
Nasi jagung khas sampang tentunya merupakan makanan yang terbuat dari bahan dasar jagung, Nasi jagung (nasek empog) Khas sampang ini berbeda dengan nasi jagung khas kediri, nasi jagung khas sampang ini terdiri dari nasi putih yang dicampur dengan biji jagung, untuk menikmatinya bisasanya di tambahkan lauk-pauk seperti telur petis, daging tolotoh, kering kentang, pindang tongkol dimasak pedas dan sambal mangga untuk lebih nikmatnya.

3. Nasi Kobel Khas Sampang
Nasi Kobel Khas Sampang
Nasi ini merupakan makanan sederhana yang menjadi cirikhas daerah sampang, makanan khas ini awalnya merupakan bekal yang dibuat oleh istri nelayan seketika suaminya pergi melaut. dengan menu sederhana yaitu nasi yang di beri lauk ikan laut, sambal kelapa dan sambal Buje cabbih/Garam dan Cabe yang di ulek tanpa air, yang menjadikan khas makanan kobel ini adalah sambal kelapanya. Sambak kelapa untuk nasi kobel ini panggang di atas cowek.

4. Sate Khas Sampang
Sate Khas Sampang
Sate khas sampang ini merupakan makanan khas yang terbuat dari bahan dasar daging ayam ataupun kambing, untuk membuat sate khas sampang ini sama dengan cara pembuatan sate pada umumnya, dengan irisan daging yang di potong kecil, di tusuk dengan tusuk sate dan di kasih bumbu rempah-rempah, yang kemudin di bakar.

5. Bebek Songkem Khas Sampang
Bebek Songkem Khas Sampang
Bebek songkem khas Sampang ini makanan yang di buat dengan bahan dasar bebek, yang dimasak dengan cara dilumuri bumbu rempah alami,  yang kemudian dikukus dengan daun pisang sampai tiga jam sampai bumbu meresap rata dan daging yang empuk keseluruhan.

Dari ke lima makanan khas Sampang tersebut dapat menjadi pilihan santapan anda di waktu berkunjung ke sampang madura, selain makanan khas sampang juga terdapat makanan khas  bangkalan,

Simak terus mengenai info Makanan Khas Indonesia hanya di Mangan Enak.
SUMBER:Klik Disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar